Dokter FK Unair Beberkan Risiko Pecah Pembuluh Darah di Kepala

In Berita Umum 4 January 2023

FEDI - Sakit kepala tentu sering dialami siapa saja. Karena itu, sakit kepala tidak bisa dianggap enteng.

Sebab, sakit kepala bisa berkaitan dengan pecahnya pembuluh darah di kepala. Hal itu diungkapkan Dr. dr. Andrianto, SpJP(K)., FIHA., FAsCC., yang merupakan Dosen Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Airlangga (Unair).

Menurutnya, pecahnya pembuluh darah di kepala akan menyebabkan terganggunya suplai oksigen dan nutrisi pada otak dan proses desak ruang kepala yang mengganggu otak.

Adapun gejala yang sering terjadi pada seseorang yang berisiko mengalami pecah pembuluh darah di kepala adalah sakit kepala.

Hanya saja, gejala ini mirip dengan gejala penyakit lainnya. "Sehingga banyak orang yang tidak sadar kalau ada masalah yang berpotensi pembuluh darah pecah di kepala," ujarnya dikutip dari laman Unair, Senin (2/1/23).

Tak hanya itu saja, keluhan mengenai sakit kepala bisa terjadi berulang. Bahkan rasa sakit itu akan meningkat seiring berjalannya waktu dan saat diberi obat anti nyeri justru tidak ada perbaikan.

"Kalau sampai tekanan yang ada di dalam kepala meningkat bisa terjadi mual dan muntah," terangnya. 

Dokter Andrianto juga menjelaskan bahwa vertigo juga gejala yang harus diwaspadai. Demikian pula kesulitan bicara, pingsan dan kelemahan otot tangan dan kaki.

Berbagai gejala tersebut perlu diwaspadai apalagi disertai faktor risiko seperti usia lanjut, tekanan darah tinggi atau hipertensi, diabetes, kolesterol tinggi, riwayat merokok, dan sebagainya. 

"Oleh karenanya harus ada pemeriksaan lanjutan," jelas dia.

Upaya Pencegahannya

Hal yang harus dipahami ialah pecahnya pembuluh darah di kepala sangat erat kaitannya dengan tekanan darah tinggi atau hipertensi.

Sementara itu hipertensi berhubungan dengan tingginya kadar kolesterol, obesitas, diabetes, stres, dan merokok.

Maka dari itu, yang harus dilakukan untuk mencegahnya adalah perubahan gaya hidup sejak masih muda.

Dijelaskan, hipertensi yang tidak terkontrol berisiko tinggi menimbulkan terjadinya komplikasi, salah satunya pecah pembuluh darah di kepala.

Akan tetapi, penderita hipertensi tidak perlu sangat risau akan hal ini. Pencegahan terjadinya komplikasi bisa dilakukan dengan cara mengontrol tekanan darah dalam batas normal.

"Sudah terbukti kalau tekanan darah bisa mencapai target normal maka akan menurunkan risiko komplikasi," paparnya.

Adapun strategi pengobatan yang bisa dilakukan pada penderita hipertensi dibagi menjadi dua yakni non farmakologis dan farmakologis.

Non farmakologi dengan cara perubahan gaya hidup seperti diet rendah lemak dan garam serta faktor risiko penyakit yang berhubungan dengan pembuluh darah dikontrol.

Seperti kolesterol dan diabetes, tidak merokok, obesitas dikontrol, olahraga rutin, dan pengendalian stres.

Untuk terapi non farmakologis ini merupakan hal yang penting sebelum menuju pada pengobatan farmakologis.

Sedangkan pengobatan farmakologis berbeda setiap individu. Pilihan obat yang digunakan disesuaikan dengan target tekanan darah yang harus dicapai.

Maka dari itu, evaluasi bertahap turut dilakukan dalam hal ini. Disarankan penderita hipertensi memeriksakan kesehatannya secara rutin agar risiko pecah pembuluh darah di kepala bisa dicegah.

Untuk itu, target tekanan darah yang harus dicapai jika tidak ada faktor risiko penyakit lain seperti diabetes dan penyakit ginjal maka harus kurang dari 140/90 mmHg.(*)

(*Artikel sudah tayang di kompas.com)


Comments (0)