Dokter Spesialis Lulusan Luar Negeri Diharapkan Penuhi Kebutuhan Daerah

In Berita Umum 23 February 2023

ForumDokter.id - Jumlah dokter di Indonesia belum memadai untuk melayani 270 juta jiwa penduduk. Dokter-dokter spesialis lulusan luar negeri diajak kembali dan praktik di Indonesia dengan program adaptasi.

Jumlah dokter spesialis yang terbatas serta penyebarannya yang belum merata di Indonesia membuat pelayanan kesehatan di daerah belum optimal. Penempatan dokter spesialis lulusan luar negeri di daerah diharapkan bisa mengatasi masalah tersebut.

Sebelum ditempatkan di daerah, dokter lulusan luar negeri mesti mengikuti program adaptasi yang diselenggarakan pemerintah. Setelah mengurus dokumen administrasi, dokter akan diwawancara dan diminta ikut tes kompetensi. Jika dinyatakan lulus, dokter akan ditempatkan di fasilitas pelayanan kesehatan di daerah selama dua tahun.

Dokter spesialis penyakit dalam lulusan Filipina, Lydia Linggawaty, ditempatkan di Rumah Sakit Umum Daerah Zainal Abidin, Pagar Alam, Kabupaten Way Kanan, Lampung, sejak Januari 2023. Sebelum Lydia datang, hanya ada satu dokter spesialis penyakit dalam di rumah sakit itu.

”Sebelumnya hanya ada satu orang (dokter spesialis penyakit dalam). Terlalu berat jika sendiri, terlebih penyakit dalam termasuk (spesialis) mayor selain bedah, anak, dan obgyn,” kata Lydia saat dihubungi dari Jakarta, Rabu (22/2/23).

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan, idealnya ada satu dokter untuk setiap 1.000 penduduk. Dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 270 juta orang, artinya jumlah dokter yang dibutuhkan sekitar 270.000 orang.

Namun, berdasarkan data Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), jumlah dokter Indonesia yang mengantongi surat tanda registrasi (STR) per pertengahan Juli 2022 adalah 185.547 orang. Dengan kebutuhan 270.000 dokter, Indonesia kekurangan sekitar 85.000 dokter.

Adapun dari total jumlah 185.547 dokter di Indonesia, 142.558 orang di antaranya dokter umum dan 43.989 dokter spesialis dari 36 jenis spesialisasi. Ada pula 39.738 dokter gigi.

Fasilitas tidak memadai

Selain kurang sumber daya manusia, fasilitas kesehatan pun belum memadai. Rumah sakit tempat Lydia bertugas belum memiliki fasilitas CT scan (computerized tomography scan) sehingga pemeriksana lanjutan sulit dilakukan. Pasien terpaksa dirujuk ke rumah sakit lain yang berjarak sekitar dua jam dari Way Kanan.

”Kasihan melihat pasien-pasien. Di Jakarta, gampang jika (kita) mau langsung ke (dokter) spesialis. Di sini lumayan jauh untuk mendapat pengobatan seperti itu,” kata Lydia yang menempuh pendidikan kedokteran umum di Universitas Pelita Harapan, Tangerang, Banten.

Ia berharap dapat berkontribusi bagi perbaikan sistem kesehatan di Indonesia. ”Ini butuh bantuan berbagai pihak, harus gotong royong. Daripada meributkan hal lain, lebih baik (berpikir) bagaimana memajukan negara kita sendiri,” kata Lydia.

Dokter spesialis obstetri ginekologi, Andreas Winarno, juga berharap dapat berkontribusi positif. Dokter spesialis lulusan Jerman itu mengatakan, beberapa fasilitas di rumah sakitnya belum memadai. Ia telah meminta bantuan ke Kementerian Kesehatan sekaligus mengusahakan agar pemerintah daerah setempat menyediakan anggaran untuk ini.

”Bed untuk melahirkan sudah tidak ideal. Yang satu terlalu sempit dan satu lagi bermasalah karena sudah tua. USG (ultrasonografi) di tempat lahiran belum bisa analisis doppler. Di rumah sakit kami belum ada CT scan atau MRI (magnetic resonance imaging). Ibu hamil kadang perlu MRI karena tidak ada radiasi,” kata Andreas yang ditempatkan di RSUD Otanaha, Gorontalo.

Program pemerintah

Kembalinya dokter-dokter lulusan luar negeri ke Indonesia berkaitan dengan upaya pemerintah untuk mentransformasi sistem kesehatan. Ini juga upaya memenuhi kebutuhan akan dokter yang masih jauh dari jumlah ideal.

Dokter-dokter lulusan luar negeri diajak kembali dan praktik di Indonesia melalui program adaptasi. Sejumlah aturan pun diperbarui. Sebelumnya, program adaptasi memakan waktu 1-2 tahun untuk urusan administrasi. Kini, durasinya dipangkas menjadi beberapa bulan saja.

Menurut catatan Kemenkes, ada 35 pemohon program adaptasi dokter spesialis dari awal 2022 hingga November 2022. Mereka berasal dari delapan negara asal pendidikan, yaitu Filipina, Jerman, Jepang, Malaysia, Nepal, Rusia, China, dan Ukraina.

”Saat dibuka awal November 2022, total pemohon telah mencapai 35 dokter dari sembilan jenis spesialisasi dan delapan negara asal pendidikan,” ujar Direktur Jenderal Tenaga Kesehatan Kemenkes Arianti Anaya (Kompas.id, 19/11/22).


Para dokter lulusan luar negeri akan menjalani adaptasi sambil praktik di daerah. Ada dokter spesialis yang ditunjuk pemerintah yang akan membimbing dan mengawasi mereka.

Dokter lulusan luar negeri menerima insentif sesuai kategori penempatan. Dokter yang bertugas di rumah sakit daerah terpencil, perbatasan, dan kepulauan menerima Rp 24 juta. Dokter di regional timur (Kalimantan, NTT, Sulawesi, Maluku, dan Papua) di luar daerah terpencil, perbatasan, dan kepulauan Rp 12 juta. Sementara itu, dokter di regional barat (Sumatera, Jawa, Bali, NTB) di luar daerah terpencil, perbatasan, dan kepulauan Rp 7 juta. Adapun sebagian dokter berharap agar insentif dokter lulusan luar negeri dan dalam negeri tidak dibedakan.(*)

(*Foto-foto: Kompas.id)



Comments (0)