IDI Minta RUU Kesehatan Memperketat Izin Praktik Dokter WNA di Indonesia

In Berita Umum 20 March 2023

ForumDokter.id - Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia atau PB IDI mengusulkan Rancangan Undang-Undang Kesehatan agar merinci kualifikasi tenaga medis dan tenaga kesehatan warga negara asing yang mendapat izin praktik di dalam negeri. Kualifikasi mereka harus sesuai dengan kebutuhan dunia medis dalam negeri dan tetap mengutamakan dokter lokal terlebih dahulu.

Ketua PB IDI Adib Khumaidi mengatakan, tenaga medis dan tenaga kesehatan warga negara Indonesia yang sekolah ke luar negeri juga harus disesuaikan dengan kebutuhan dunia medis dalam negeri. Pemerintah dapat membuat daftar rekomendasi sekolah mana saja yang sesuai dengan kebutuhan medis dalam negeri.

”Kalau kemarin kami diskusi dengan Kementerian Kesehatan Singapura mereka punya referensi dokter lulusan fakultas kedokteran dari universitas mana saja bisa masuk. Kemenkes atau Kemendikbudristek Indonesia sudah punya belum? Harus ada proses selektif yang dilakukan oleh negara untuk menjadi dasar yang penting,” kata Adib dalam forum dengar pendapat RUU Kesehatan bersama IDI, Persatuan Dokter Gigi Indonesia, dan dinas kesehatan seluruh Indonesia di Jakarta, Jumat (17/3/23).

Menurut Adib, sumber daya manusia (SDM) bidang kedokteran di Indonesia sudah cukup namun tetap harus dioptimalkan. IDI menyarankan pemerintah fokus memperbaiki konsep pelayanan kesehatan di dalam negeri daripada mengimpor dokter WNA.

Data Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) menunjukkan, dokter Indonesia yang memiliki surat tanda registrasi (STR) sampai pertengahan Juli 2022 sebanyak 185.547 orang, terdiri dari 142.558 dokter umum dan 43.989 dokter spesialis dari 36 jenis spesialisasi. Selain itu, terdapat 39.738 dokter gigi.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyetujui usulan seleksi terhadap tenaga medis dan tenaga kesehatan WNA yang berpraktik di Indonesia harus ketat. Pihaknya akan bekerjasama dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi untuk membuat daftar sekolah kedokteran yang berkualitas.

"Ini masukan bagus, saya setuju, daftar lulusan sekolah kedokteran yang bagus harus berhubungan dengan Dikti. Misalnya, di Singapura itu berubah daftar setiap tahun. Nanti kita lihat negara lain juga. Ini seharusnya bisa beres sebelum Juni karena waktu kita tidak banyak," kata Budi.

Dalam draf RUU Kesehatan dijelaskan bahwa tenaga medis atau dokter WNA harus mengikuti uji kompetensi sebelum berpraktik di Indonesia, mulai dari penilaian kelengkapan administrasi dan penilaian kemampuan praktik. Standar kompetensi dokter WNA tersebut harus sesuai dengan standar kompetensi dokter di Indonesia.

Proses seleksi itu juga berlaku bagi dokter WNI lulusan luar negeri yang akan berpraktik di Indonesia. Namun, jika mereka tidak lolos, mereka diberikan kesempatan mengikuti penambahan kompetensi melalui program pendidikan atau pelatihan.

Pihak yang melakukan uji kompetensi itu, antara lain, menteri kesehatan bersama konsil tenaga kesehatan terkait. Setelah lulus uji kompetensi, mereka harus mengikuti adaptasi di fasilitas kesehatan dalam negeri dengan berbekal STR sementara dan surat izin praktik (SIP).

Dua surat ini diterbitkan langsung oleh menteri kesehatan, berlaku selama tiga tahun dan hanya dapat diperpanjang satu tahun. Namun, jika dinyatakan belum lulus uji kompetensi, tenaga medis dan tenaga kesehatan WNA lulusan luar negeri itu harus kembali ke negara asalnya.

Ketentuan di atas dikecualikan bagi dokter atau tenaga kesehatan WNA yang telah berpraktik spesialis atau subspesialis minimal lima tahun di luar negeri atau ahli dalam suatu bidang tertentu untuk memenuhi layanan kesehatan yang belum ada di Indonesia. Keahlian mereka harus dibuktikan dengan sertifikasi kompetensi dan telah praktik minimal lima tahun di luar negeri.

Dokter atau tenaga kesehatan juga bisa bekerja di dalam negeri dalam rangka investasi. Misalnya, bertukar ilmu pengetahuan atau teknologi dan ada permintaan dari pengguna jasa mereka dari WNA di dalam negeri.

Pasal 233-239 draf RUU Kesehatan belum menjelaskan secara rinci kualifikasi dokter WNA seperti apa yang diizinkan berpraktik di dalam negeri. Nantinya, evaluasi kompetensi, STR sementara, SIP, dan mekanisme teknis pemberian izin akan diatur dalam peraturan pemerintah.

Hal-hal ini akan terus dibahas oleh Kemenkes sebagai koordinator penyusunan RUU Kesehatan dan dimasukkan dalam daftar inventarisasi masalah hingga Juni 2023. RUU dengan metode omnibus law ini setidaknya akan mencabut sembilan undang-undang serta mengubah empat undang-undang terkait kesehatan.

UU yang dicabut adalah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, UU No 29/2004 tentang Praktik Kedokteran, UU No 36/2009 tentang Kesehatan, UU No 36/2014 tentang Tenaga Kesehatan, UU No 18/2014 tentang Kesehatan Jiwa, dan UU No 4/2019 tentang Kebidanan. Selain itu, RUU Kesehatan juga akan mengubah empat undang-undang, yakni UU No 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, UU No 24/2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, serta UU No 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi.

Selain peserta yang diundang pemerintah dalam forum resmi, Kemenkes juga membuka ruang bagi masyarakat umum untuk menyampaikan aspirasi terkait penyusunan RUU Kesehatan. Aspirasi bisa disampaikan secara daring melalui laman partisipasisehat.kemkes.go.id.

Pemerintah dan DPR berharap RUU Kesehatan ini mampu mengatasi masalah seperti kurangnya dokter umum dan dokter spesialis, pemerataan tenaga kesehatan yang masih sulit, gizi buruk, serta layanan kesehatan yang tidak sesuai. (*)

(*Kompas.id/Stephanus Arandito)

Comments (0)