Wacana STR Seumur Hidup, IDI Ingatkan Pentingnya Jaga Kompetensi Dokter

In Berita Umum 19 December 2022

FEDI - Surat Tanda registrasi (STR) dokter sempat menjadi polemik setelah munculnya isu Rancangan Undang-Undang (RUU) Sistem Kesehatan. Dalam RUU tersebut, diwacanakan STR yang merupakan bukti tertulis seorang dokter dan tenaga kesehatan telah memiliki sertifikat kompetensi disebut-sebut berlaku seumur hidup.

Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Mohammad Adib Khumaidi menanggapi wacana STR yang berlaku seumur hidup. Selama ini perpanjangan dan evaluasi STR dilakukan tiap lima tahun sekali.

Ditegaskan Adib bahwa STR sangat berkaitan dengan kompetensi dokter. Artinya, pemberian STR menandakan dokter tersebut mempunyai kompetensi yang mumpuni untuk melayani masyarakat. Kompetensi yang dimaksud berupa kemampuan, keahlian, dan pengetahuan yang dimiliki sesuai bidang masing-masing.

“STR itu kan berarti sudah teregistrasi. Dasar pemberian registrasi dari sertifikasi kompetensi yang telah dimiliki dokter. Lalu, apakah sekarang masyarakat mau dilayani oleh dokter yang tidak ada sertifikasinya?” terangnya saat acara ‘Media Briefing: Pendidikan Kedokteran dan Distribusi serta Proses Pendidikan Kedokteran Spesialis’ di Kantor PB IDI Jakarta, ditulis Minggu (18/12/22).

“Apakah menjamin juga 5 - 10 tahun kemudian, tidak ada sesuatu yang terjadi? Mungkin, mohon maaf, dokternya enggak bisa melakukan operasi lagi karena dokternya sempat mengalami stroke, salah satunya begitu misalnya. Kalau STR-nya seumur hidup, bagaimana juga nanti menjamin kompetensi dokternya?”

Demi meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, kompetensi dokter perlu diperbarui secara berkala, sejauh mana peningkatan kemampuan dan pengetahuannya. Itulah yang menjadi dasar perpanjangan STR yang dilakukan 5 tahun sekali selama ini.

“Ilmu kedokteran itu long life learning (belajar sepanjang hayat), kami terus update (perbarui). Bayangkan, COVID-19 saja kita udah kelabakan, berubah-ubah aturan. Makanya, ada yang namanya update knowledge,” jelas Adib.

“Apakah mau masyarakat dilayani dokter yang teorinya masih masa lalu (belum diperbarui), misalnya? Nah, update ini sangat dibutuhkan yang kemudian kan harus teregistrasi dengan penerbitan STR tadi. Konteks kami adalah bagaimana supaya kompetensi dokter tetap terjaga. Indonesia ini termasuk lama lho perpanjangan STR, kalau negara lain malah 2 tahun sekali.” (*)

(*Artikel sudah tayang di liputan6.com)

Comments (0)